28 Januari 2019

Makalah Empati dan Refleksi


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Konselor adalah seorang yang benar-benar memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Khusus layanan konseling, konselor dituntut memiliki kemampuan lebih untuk menafsirkan kemauan dan kehendak klien. Dalam hal mengungkapkan pokok permasalahan klien, ada beberapa teknik yang harus dikuasai oleh konselor.
Teknik konseling tersebut digunakan agar klien merasa ia diperhatikan sekaligus membuat ia nyaman berada di samping konselor. Dengan begitu, segala hal yang belum terekspos oleh klien, dapat dipahami oleh konselor. Teknik-teknik konseling tersebut dan adalah berempati kepada klien dan memberikan tindakan refleksi.

B.       Rumusan Masalah
1.      Seperti apa teknik empati dalam konseling?
2.      Bagaimana refleksi bisa membuat klien merasa lebih baik dan dihargai?
3.      Seperti apa contoh dialog dengan menggunakan empati dan refleksi?



BAB II
PEMBAHASAN



A. Pengertian Empati
Pada dasarnya konselee yang kita hadapi biasanya hanya menampilkan diri mereka sebagian saja dan tidak utuh. Bahkan seringkali mereka berusaha menutupi sebagian besar diri mereka. Konselee jarang menampilkan dunia dalam diri mereka, kecuali teerhadap orang yang mereka percayai. Orang yang mendapatkan kepercayaan ini adalah orang yang dapat memahami dan merasakan isi pikiran, pengalaman hidup, maupun perasaan mereka.
Oleh sebab itu keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemampuan kita berempati. Jika kita mampu berempati terhadap konselee, maka konselee akan lebih terbuka. Dengan demikian, konseling pun akan berjalan dengan lebih lancar sesuai dengan klien yang terbuka dan jujur terhadap konselor. 
Dan Zimmer menjelaskan juga dalam bukunya Willis (2004), bahwasanya konselor yang menggunakan empati cendrung mengunakan attending dimana komponen di dalamnnya juga mengunakan empati seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Oleh sebab itu empati sangat dekat sekali dengan attending, paraphrasing, dan refleksi feeling. Dan bahkan atennding juga amat besar perannya dalam empati. 
Secara harfiah, empati adalah seseorang masuk ke dalam diri orang lain dan menjadi orang lain agar merasakan dan menghayati orang lain, maka kan timbul penilayaan bahwa orang tersebut mustahil bisa melakukan hal tersebut. Sebab menurut pengertian secara harfiah itu orang masuk ke dalam orang lain, jadi hal itu tidak mungkin. 
Menurut Carl Rogers empati bukanlah sesuatu yang sifatnya kognitif, namun meliputi emosi dan pengalaman. Oleh sebab itu empati juga harus harus di pahami lewat arti kata. Empati verasal dari “einfiihlung” yang banyak di tulis oleh psikolog Jerman untuk menjelaskan mengenai “memasuki perasaan orang lain (feeling into).” Namun ada juga yang mnegatakan bahwa empati berasal dari Yunani yakni”pathos” yang artinya perasaan yang mendalam atau kuat dan yang menyerupai perkataan menderita serta ditambah dnegan imbuhan kata “in” atau “em”. Hal ini hampir sama dnegna simpati. Namun jika simpati hanya perasaan di luar saja sedangkan empati memiliki arti yang lebih mendalam memahami orang lain. 

B. Tujuan Empati dan Contoh Empati

Adapaun tujuan dari empati yang digunakan oleh konselor adalah agar calon konselor mampu memasuki dunia dalam klien melalui ungkapan-ungkapan empati baik itu empati primer maupun empati tingkat tinggi yang menyentuh perasaan klien. Jika demikian keadaannya maka klien akan terbuka dan mau mengungkapkan dunia dalamnya lebih jauh. Baik itu perasaan, pengalamnnya, dan pikirannya. 
Dengan demikian seorang konselor harus mampu membawa perasaan dan mengungkapnya hingga ke bagian dalam klien agar si klien lebih terbuka dan dapat diterima sebagai konselee. Dengan begitu klien bisa secara baik mengungkapkan apa yang dia rasakan oleh klien. Latihan berempati melibatkan kemampuan memasuki dunia konselee melalui ungkapan-ungkapan empati yang sekiranya dapat menyentuh perasaan dan memperlihatkan pada konselee akan kepedulian kita pada mereka. Kemampuan anda melakukan empati akan membuat konselee bersikap terbuka. Dengan demikian, konselee akan bersedia mengungkapkan dunia dalam dirinya dengan cara yang jauh lebih baik. Dunia dalam diri ini dapat berbentuk isi pikiran, emosi, maupun pengalaman hidupnya yang tersembunyi; dan bahkan sisi kelam dalam dirinya.
Dan untuk lebih lengkapnya ada dua macam empati adalah sebagai beriku :
a. Empati primer/ Primery Emphaty (PE), yaitu suatu perasaan bagaimana masuk ke dunia dalam klien merasakan apa yang diarasakan, dan dnegan perilaku attending . Jadi bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.
Contoh ungkapan empati primer :

 

“Saya mengerti keinginan Anda”, “Saya dapat memahami pikiran Anda”, “Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. Atau seperti ini, “anda merasa tidak aman ketika melihat dia. Saya merasakan perasaan anda. Akan teteapi anda memiliki kekuatan untuk bangkit dan pergi meninggalkannya.”

b. Empati tingkat tinggi yang lebih akurat/ Advanced Accurate Emphaty (AAE), yaitu konselor memberi empati yang lebih mendalam dan mengena sehingga pengaruhnya terasa lebih mendalam pada diri klien, dan pada gilirannya lebih emmbangkitkan suasanan emosional klien. Jadi empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. 

Misalnya:
 “saya ikut terluka dengan penderitaan anda. Namun saya juga bangga dengan kemampuan daya tahan anda.”
“saya ikut terhina dengan pengalaman keji yang anda alami namun saya salut terhadap keuletan anda membela kebenaran.” Atau seperti ini, “saya merasakan perasaan cemas yang anda alami. Saya ikut terluka dengan peristiwa tersebut. Namun saya terkesan dengan kekuatan anda untuk bangkit meninggalkan dia.”

Hal diatas tersbutlah contoh empati yang terbagi ke dalam dua macam. Yaitu empati primer dan empati tingkat tinggi. Dan jika ditanya mana yang paling baik antar keduanya, dapat dikatakan semuanya baik. Namun tergantung kepada masalah apa yang di hadapi klien dan juga tergantung kepada klien yang seperti apa yang datang ke konseloor. Mengapa demikian? Sebab klien yang datang ke kita sebagai seorang konselor banyak karakteristiknya. Aneka ragam klien yang datang ke konselor ini ada 4 ragam, yakni :

a. Klien suka rela, jika klien yang datang ke konselor dnegan kerelaan hatinya, mungkin bisa digunakan empati yang primer sebab kemungkinan klien yang datang dengan suka rela, dia tidak terlalu membutuhkan pengutan yang lebih dnegan empati. 
b. Klien terpaksa, jika yang datang klien yang seperti ini maka dapat digunakan empati yang tingkat tinggi agar dia lebi merasa di terima di sana. 
c. Klien enggan. Sama juga menggunakan empati tingkat tinggi. 
d. Klien bermusuhan, hal ini dapat menggunakan empati tingkat tinggi. Sebab klein ini memiliki sifat tertutup, menentang, bermusuhan dan senolak secara terbuka. Jika demikian adanya maka dapat digunakan empati tingkat tinggi. Agar si klien merasakan respeck dari konselor. 
Dan dengan empati PE dan AAE konselor akan mampu mengali keterbukaan diri klien. Hal ini membuat perasaan klien terbuka lalu menyatakan perasaannya dengan bebas dan terus bergerak ke arah pemahaman dan penyadaran diri. Akibatnya adalah klien menjadi rasional dalam menghadapi maslaah sehingga melahirkan rencana-rencana yang realistis untuk mengatasinya. 


C. Pengertian Refleksi dan Latihan Refleksi 
Pada dasarnya refleksi itu adalah suatu jenis teknik konseling yang sangat penting dalam hubungan konseling. Sebab hal itu dapat digunakan dalam menangkap perasaan, pikiran dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kepada klein kembali. Hal ini harus dilakukan oleh seorang konselor sebab klien sering tidak menyadari akan perasaan, pikiran, dan pengalaman yang mungkin menguntungkan atau merugikan bagi diri klien sendiri. 
Namun jika dia menyadari akan perasaannya, maka mungkin klien akan mengubah perilakunya ke arah yang positive. Akan tetapi tidak lah mudah bagi seorang calon konselor untuk menangkap dan memahami perasaan, dan pikiran klien serta pengalaman, lalu mengungkapkannya kembali kepada klien dengan bahasa konselor sendiri. Sebab hal ini jika salah maka akan mengecewakan klien. Oleh sebab itu seorang konselor penting untuk berkonsentrasi. 
Untuk itu menurut Sofyan S. Willis. Refleksif merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan pikiran dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadapn prilaku klien sebagai hasil pengamatan terhadap prilaku verbal dan non verbalnya. 
Dan berbeda dengan apa yang diungkap oleh Edi Kurnanto dalam bukunya yang berhudul Langkah-Langkah Penangan Kasus Konseling, mengatakan bahwa refleksi adalah tekni untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap tingkah laku klien verbal maupun non verbal. 
Refleksi adalah menangkap isi pikiran, perasaan, dan pengalaman konselee yang kita amati baik dari segi bahasa lisan maupun bahasa tubuh; kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan kita tersebut kepada konselee. Refleksi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena menyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konselee. Kita harus berusaha mengetahui isi pembicaraan konselee, sekaligus membaca apa yang sejujurnya sedang ia katakan kepada kita.
Dengan kata lain, upaya refleksi merupakan upaya menggambarkan kembali isi komunikasi seseorang secara menyeluruh. Kesulitan mempersepsi ini dapat terjadi karena tidak jarang konselee mengatakan suatu hal tetapi bahasa tubuhnya menyertakan hal yang bertentangan. Misalnya konselee menyatakan bahwa ia dalam keadaan yang baik-baik saja, tetapi matanya berkaca-kaca, atau menarik napas dalam, atau hidungnya kembang-kempis. 
Jadi dengan demikian, dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada Klien tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas.
Oleh karena itu, konselor harus mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya. Isi dari refleksi adalah memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukakan konselee kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap isi komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konselee mempelajari atau menemukan hal-hal baru yang belum mereka sadari berkaitan dengan permasalahan mereka. 

D. Contoh Refleksi dan Aspek-Aspeknya
Untuk meyakinkan apakah respon yang diberikan konselor tepat atau tidak, konselor hendaknya melakukan pengecekan kembali dengan cara mengamati jawaban dan ekspresi klien setelah respons itu disampaikan.Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu:
Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan. Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien. Suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang esensial (perlu) itu adalah refleksi perasaan. Hal ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai. Untuk itu perasan itu seperti : positif, negative dan ambivalen. 
Manfaat refleksi perasaan anatara lain adalah sebagai berikut:
a. Membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam
b. Klien merasa bahwa perasaan akan menyebabkan tingkah laku
c. Memusatkan evaluasi pada klien
d. Memperjelas cara berfikir klien
e. Menguji keadaan motif-motif klien 
Sebagai contoh adalah sebagai berikut ini :
• “Tampaknya yang Anda katakan adalah…. “ atau 
• “Barangkali anda merasa..”. atau 
• Juga barangkali anda merasa..” 
a. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien.
Contoh : 
•“Tampaknya yang Anda katakan….”. 
•“nampaknya yang anda akan katakan adalah...”. 
• Atau adakah yang anda maksud..”.” 

b. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman Klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal Klien.
Contoh :
•“Tampaknya yang Anda katakan suatu…..”. 
•“barang kali yang anda utarakan adalah...”. atau 
•“ adakah yang anda maksudkan adalah sebuah peristiwa ” 

Contoh dari refleksi adalah : Saat konselee berkata ’’Akan kupukul dia’’ maka konselor mengatakan ’’Rupanya kamu marah sekali ya.’’
Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah:
a)      Mengamati perilaku klien. Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b)      Mendengarkan dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan. 
c)      Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap isi pembicaraan klien.
d)     Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
e)      Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien.
f)       Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
g)      Mengecek kembali perasaan klien. 


Adapaun untuk contoh dialog adalah sebagai berikut:

 

Klien : “saya takut masuk sekolah karena pasti guru akan memarahi saya. Tapi jika saya tidak masuk sekolah ayah saya pasti akan marah besar.”
Kons : Perasaan_ “Nampaknya anda sungguh sangat merasa sangat tertekan saat ini.”
Pikiran_ “Nampaknya anda sangat takut.”
Pengalaman_“Nampaknya yang anda katakan peristiwa yang.....” 

ATAU


Klien : Guru itu sialan, saya membencinya. Saya tidak akan mengerjakan PR-nya. Saya tidak akan mengerjakan bagaimana pun juga. “
Kons : “Tampaknya anda sungguh-sungguh marah.” 







BAB III
P ENUTUP


A. Kesimpulan 
Secara umum seorang konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang digunakan dalam proses konseling. Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor yaitu Perilaku Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing), Pertanyaan Terbuka (Opened Question), Pertanyaan tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal Encouragement), Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara (Summarizing), Memimpin (Leading), Fokus, Konfrontasi, Menjernihkan (Clarifying), Memudahkan (Facilitating), Diam, Mengambil inisiatif, Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, Menyimpulkan.
Dari segudang teknik tersebut diatas, dalam makalah ini hanya khusus membahas tentang empati dan refleksi.
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya empati adalah sifat konselor tentang merasakan apa yang diarasakan klien, masuk dke dalam pikiran klien. Sedangkan refleksi adalah kemampuan seorang konselor untuk mengungkapkan kembali apa yang dikemukan oleh klien dnegan bahasanya sendiri.

B. Kritik dan saran 
Setelah menyelesaikan makalah ini pasti banyak kekurangan daripada kelebihannya. Terutama karena penulis kurang pengalaman dan kurangnya membaca literature yang ada. Sehingga membuat makalah ini kurang sempurna dan bahkan tidak sempurna. Belum lagi ada wacana pembaca yang kurang setuju dengan apa yang penulis tuliskan dalam makalah ini.
Oleh sebab itu penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang sangat membangun makalah. Kelak agar makalah ini dapat berguna bagi pembaca danmakalah supaya lebih baik lagi. 






DAFTAR PUSTAKA


Arifin, HM. 2003. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta: PT Golden Teravon Press.
Edi Kurnanto, M., 2009. Langkah-Langkah Penangan Kasus Konseling : Modul Praktikum. Pontianak: STAIN Press
Edi Kurnanto, M., 2007. Bimbingan Dan Konseling : Sebuah Pengantar Bagi Calon Konselor Dan Guru Pembimbing Di Sekolah. Pontianak : STAIN Press
Sugiharto.(2005. Pendekatan dalam Konseling (Makalah). Jakarta : PPPG. Bersumber dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com /18/03/2011
Surya, Muhammad. Psikologi Konseling. Bandung : pustak Bani Quraisy. Hal: 144.Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.



0 komentar:

Posting Komentar